BPRNews.id — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) untuk Triwulan I-2024, yang memberikan analisis komprehensif tentang kondisi ekonomi global dan domestik serta dampaknya terhadap sektor perbankan.
Laporan ini tidak hanya mengulas kebijakan perbankan yang diterbitkan OJK, tetapi juga mengevaluasi perkembangan kelembagaan perbankan dan upaya koordinasi antar-lembaga terkait. Fokus utama laporan ini adalah peran intermediasi perbankan dalam mengatasi tantangan ekonomi global dan tekanan suku bunga tinggi yang memengaruhi kinerja korporasi.
Pada awal 2024, perekonomian global masih menghadapi ketidakpastian yang tinggi, meski beberapa negara seperti AS dan sejumlah negara emerging markets menunjukkan ketahanan ekonomi yang kuat. IMF dalam World Economic Outlook (WEO) April 2024 memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tetap stabil di angka 3,2 persen (yoy) sepanjang tahun ini.
Pasar keuangan global masih diwarnai oleh kebijakan moneter ketat dari bank sentral yang terus mempertahankan suku bunga tinggi guna mengekang inflasi yang belum sepenuhnya terkendali. Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina serta gangguan perdagangan di Laut Merah menambah risiko bagi perekonomian dunia.
Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada Triwulan I-2024 dengan tingkat pertumbuhan 5,11 persen (yoy), naik dari 5,04 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya. Faktor pendorong utama pertumbuhan ini adalah konsumsi domestik, investasi, serta peningkatan ekspor dan belanja pemerintah, termasuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Laporan LSPI mengungkapkan bahwa sektor perbankan Indonesia mencatat kinerja yang solid dengan pertumbuhan kredit bank umum sebesar 12,40 persen (yoy), meningkat dari 9,93 persen (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini ditopang oleh permintaan yang kuat dari sektor konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah.
Likuiditas perbankan tetap memadai, dengan rasio AL/NCD dan AL/DPK yang berada jauh di atas ambang batas yang ditetapkan. Meskipun tingkat permodalan (CAR) menurun dari 27,09 persen menjadi 25,96 persen, posisi permodalan perbankan masih sangat kuat. Penurunan ini terjadi seiring dengan peningkatan ATMR Kredit dan Pasar serta implementasi aturan baru terkait perhitungan ATMR Kredit.
Selain itu, risiko kredit juga menunjukkan perbaikan dengan penurunan rasio NPL gross menjadi 2,25 persen, meskipun rasio NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77 persen. Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) juga mencatatkan kinerja yang baik, dengan pertumbuhan kredit/pembiayaan yang melambat namun DPK meningkat.
Dalam upaya menjaga stabilitas sektor keuangan, OJK telah menerbitkan tiga Peraturan OJK (POJK) yang fokus pada pengembangan kualitas aset bank perekonomian rakyat, tata kelola syariah, dan penanganan masalah di bank umum. OJK juga aktif berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memastikan sistem keuangan tetap stabil.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya pengawasan perbankan yang ketat dan berkelanjutan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan perbankan di Indonesia. OJK terus mengingatkan bank untuk selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian, profesionalisme, inovasi, dan integritas dalam menjalankan operasional guna mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.