Semakin transparannya bunga dan biaya layanan pinjol sangat penting bagi industri fintech peer to peer lending. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dengan tegas mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur bunga dan biaya layanan agar tidak ada lagi dugaan kartel atau manipulasi bunga oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Tindakan ini akan mendorong industri pinjol untuk beroperasi secara lebih adil dan transparan, memberikan perlindungan kepada konsumen, serta menghindari praktik-praktik yang merugikan. OJK harus segera melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatur dan mengawasi sektor fintech di Indonesia agar dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.
Untuk menyediakan transparansi yang lebih baik dalam biaya bunga dan layanan pinjaman online, OJK didesak untuk mengatur aturan yang jelas. Menurut Direktur Ekonomi Digital dan Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, saat ini belum ada informasi yang transparan terkait dengan biaya bunga dan layanan.
Informasi mengenai bunga seringkali hanya ditampilkan sebagai persentase tanpa penjelasan lebih lanjut tentang periode waktu yang digunakan. Untuk meningkatkan transparansi dalam industri ini, OJK harus mengambil langkah-langkah untuk mengatur aturan yang mengharuskan penyedia layanan pinjaman online untuk memberikan informasi dengan lebih jelas dan terperinci kepada konsumen.
“Atas informasi bunga yang ‘parsial’ tersebut, survei dari APJII menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol adalah bunga yang murah,” kata Nailul Huda dalam keteranganya dikutip Minggu (8/10/2023). Untuk mengatasi tingginya bunga dan biaya layanan pinjaman online (pinjol) yang kurang transparan, lembaga pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus segera mengeluarkan peraturan yang mengatur hal ini. Dengan peraturan yang jelas dan transparan, konsumen dapat lebih terlindungi dan dapat mempertimbangkan dengan bijaksana sebelum mengambil pinjaman dari pinjol. Oleh karena itu, OJK didesak untuk mengambil tindakan cepat guna mengatur bunga dan biaya layanan pinjol agar lebih transparan demi kepentingan konsumen.
Untuk mewujudkan transparansi yang lebih baik dalam industri pinjaman online, OJK harus segera mengatur bunga dan biaya layanan pinjol. Informasi mengenai biaya layanan, denda, dan asuransi harus diungkapkan secara jelas dan terperinci agar konsumen dapat membuat keputusan yang tepat. Selain itu, platform-pinjol juga harus memastikan bahwa biaya layanan dan asuransi tidak terlalu tinggi, yang dapat memberatkan peminjam. Dengan adanya pengaturan yang lebih ketat dan transparan dari OJK, diharapkan industri pinjaman online dapat beroperasi dengan lebih adil dan aman bagi konsumen.
“Ada indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detil terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan. Sepertinya ada yang berlindung dibalik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomor duakan. Akibatnya pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam POJK,” jelasnya.
Dalam kesimpulannya, penting bagi OJK untuk mengatur bunga dan biaya layanan pinjol agar lebih transparan. CELIOS mendorong agar batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK sebagai bentuk perlindungan dan literasi bagi calon peminjam. Bhima juga berpendapat bahwa OJK sebaiknya berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait fintech P2P lending atau membuat POJK baru yang mengatur bahwa batas maksimum bunga fintech tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank, yaitu sekitar 10-25 persen per tahun.
Sumber : https://bprnews.id/