Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka opsi untuk memperpanjang restrukturisasi kredit dan pembiayaan hingga akhir 2023 mendatang. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pihaknya sedang membahas berbagai faktor sebelum memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan. Salah satunya pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF).
"Ini apakah nanti diperpanjang atau dihentikan. Nanti kita tunggu dulu, yang jelas dari indikator yang ada, NPF sudah turun," ujar Ogi dalam konferensi pers di Wisma Mulia 2, Selasa (13/9).
Berdasarkan data OJK, realisasi restrukturisasi pembiayaan sebesar Rp22,1 triliun per 13 September 2022. Angkanya turun 55 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp46,1 triliun. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang Budiawan menjelaskan kebijakan restrukturisasi pembiayaan tersebut berhasil membuat NPF turun.
"Makanya, ke depan kami sedang mengkaji potensi perpanjang kebijakan," kata dia. Selain itu, OJK juga akan melihat perkembangan penyaluran kredit dan restrukturisasi di sektor perbankan. Jika restrukturisasi kredit di perbankan berlanjut, maka perusahaan pembiayaan alias multifinance juga akan melanjutkan kebijakan tersebut.
"Kami lihat dari sisi funding perusahaan pembiayaan dari perbankan, kalau mereka (perbankan) restrukturisasi (dilanjut), maka multifinance juga," jelas Bambang.
Namun, OJK juga mempertimbangkan dampak yang akan timbul dari perpanjangan restrukturisasi kredit dan pembiayaan. Misalnya, perusahaan dan masyarakat yang akan terus bergantung dengan bantuan dari pemerintah.
"Kami lihat kalau diperpanjang ini dampaknya bagaimana. Apa potensinya kalau diperpanjang. Jika dilanjut misalnya nanti bisa jadi seolah dampak pandemi berkepanjangan dan itu tidak baik bagi perusahaan. Ini yang masih terus kami kaji," pungkas Bambang.
Sumber : CNN Indonesia